Tiga mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengembangkan olahan brownies yang terbuat dari ketela pohon. Mereka mengharapkan inovasi tersebut dapat mengurangi konsumsi terigu impor yang menjadi bahan baku brownies.
"Selama ini brownies selalu dibuat dari bahan tepung terigu, padahal kebutuhan tepung terigu diIndonesia sangat tergantung pada impor," kata Wahida Umirohana, salah seorang mahasiswa UNY yang mengembangkan brownies ketela pohon, beberapa waktu lalu.
Selain Wahida Umirohana, dua mahasiswa UNY lain yang mengembangkan brownies ketela pohon adalah Heni Nuryanti, dan Ika Setyaningsih. "Kami berharap dengan adanya pemanfaatan ketela pohon sebagai bahanbaku pembuatan aneka makanan, akan menekan tingkat impor tepung terigu selain itu juga dapat mengangkat nasib petani ketela pohon di Indonesia," katanya seperti dikutip dari Antara.
Wahida mengatakan, selama ini sebagian masyarakat menganggap ketela pohon sebagai bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat kelas ekonomi bawah. "Biasanya ketela pohon hanya diolah secara terbatas dalam bentuk singkong goreng, singkong rebus, kolak, getuk, keripik, maupun combro," katanya.
Ia mengatakan harga ketela pohon yang relatif murah, berkisar antara Rp700 hingga Rp900 per kilogram, sehingga biaya produksi pembuatan brownies ketela pohon ini lebih rendah dibanding dengan menggunakan bahanbaku tepung terigu. "Dengan demikian, harga jual produk dapat lebih rendah dari poduk lain yang serupa, sehingga secara otomatis akan mendatangkan laba yang lebih besar," ujarnya.
Selain itu menurut Wahida, upaya ini merupakan cara diversifikasi pangan dengan mengembangkan kreativitas pembuatan olahan makanan dari ketela pohon yang banyak mengandung karbohidrat. "Selama ini sumber karbohidrat untuk kebutuhan pangan masyarakatIndonesia masih terfokus pada beras dan terigu," katanya.
"Selama ini brownies selalu dibuat dari bahan tepung terigu, padahal kebutuhan tepung terigu di
Selain Wahida Umirohana, dua mahasiswa UNY lain yang mengembangkan brownies ketela pohon adalah Heni Nuryanti, dan Ika Setyaningsih. "Kami berharap dengan adanya pemanfaatan ketela pohon sebagai bahan
Wahida mengatakan, selama ini sebagian masyarakat menganggap ketela pohon sebagai bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat kelas ekonomi bawah. "Biasanya ketela pohon hanya diolah secara terbatas dalam bentuk singkong goreng, singkong rebus, kolak, getuk, keripik, maupun combro," katanya.
Ia mengatakan harga ketela pohon yang relatif murah, berkisar antara Rp700 hingga Rp900 per kilogram, sehingga biaya produksi pembuatan brownies ketela pohon ini lebih rendah dibanding dengan menggunakan bahan
Selain itu menurut Wahida, upaya ini merupakan cara diversifikasi pangan dengan mengembangkan kreativitas pembuatan olahan makanan dari ketela pohon yang banyak mengandung karbohidrat. "Selama ini sumber karbohidrat untuk kebutuhan pangan masyarakat
Pedasnya Abon Cabai
Abon biasanya identik dengan daging sapi. Namun, di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, ada yang namanya abon cabai. Sesuai namanya, abon ini terasa pedas karena terbuat dari cabai. Konon, Henny sang pembuat abon ini memang mengawali usahanya karena kesukaannya akan makanan pedas.
Menurut Henny, makanan hasil olahannya ini disebut abon karena kering dan bisa ditabur. Kekhasan lainnya, abon bikinannya awet dan tidak basi serta bisa dicampur dengan makanan apa saja. Tak heran, kini dia bisa menjual antara 50 sampai 100 kilogram abon per hari. Namun, semua itu setimpal dengan proses pembuatannya yang lumayan rumit.
Pertama disiapkan cabai kering, bawang putih, gula, dan garam untuk kemudian dipisahkan antara cabai yang bagus dan tidak. Setelah itu cabai dibersihkan untuk kemudian dimasukkan ke dalam oven. Cabai yang sudah kering diangkat dari oven dan kemudian digiling.
Cabai yang sudah digiling lalu dicampur dengan resep serta tak lupa mencampur dengan komposisi yang tepat. Campuran itu berupa gula dan garam. Tak lupa, bawang putih yang sudah diblender digoreng untuk kemudian dicampur ke dalam adonan. Jika sudah selesai, abon pun siap dibungkus, ditimbang, diberi label, dan dikirim ke pelanggan.
Menurut Henny, dengan pemasaran dari mulut ke mulut serta menggunakan sistem agen, usahanya lumayan maju. Apalagi usahanya ini bisa menambah-nambah penghasilan ibu rumah tangga yang bekerja untuknya. Bahkan, pangsa pasar abon cabai kini sudah merambah ke daerah. Namun, Henny kini punya obsesi, yaitu menjadikan abon cabai sebagai komoditi ekspor andalan. (*/lip6)
Henny, Ninoy Abon Cabai
Jalan Karet Sawah 1/94
Semanggi,Jakarta Selatan 12930
Hp: 081283373730
Menurut Henny, makanan hasil olahannya ini disebut abon karena kering dan bisa ditabur. Kekhasan lainnya, abon bikinannya awet dan tidak basi serta bisa dicampur dengan makanan apa saja. Tak heran, kini dia bisa menjual antara 50 sampai 100 kilogram abon per hari. Namun, semua itu setimpal dengan proses pembuatannya yang lumayan rumit.
Pertama disiapkan cabai kering, bawang putih, gula, dan garam untuk kemudian dipisahkan antara cabai yang bagus dan tidak. Setelah itu cabai dibersihkan untuk kemudian dimasukkan ke dalam oven. Cabai yang sudah kering diangkat dari oven dan kemudian digiling.
Cabai yang sudah digiling lalu dicampur dengan resep serta tak lupa mencampur dengan komposisi yang tepat. Campuran itu berupa gula dan garam. Tak lupa, bawang putih yang sudah diblender digoreng untuk kemudian dicampur ke dalam adonan. Jika sudah selesai, abon pun siap dibungkus, ditimbang, diberi label, dan dikirim ke pelanggan.
Menurut Henny, dengan pemasaran dari mulut ke mulut serta menggunakan sistem agen, usahanya lumayan maju. Apalagi usahanya ini bisa menambah-nambah penghasilan ibu rumah tangga yang bekerja untuknya. Bahkan, pangsa pasar abon cabai kini sudah merambah ke daerah. Namun, Henny kini punya obsesi, yaitu menjadikan abon cabai sebagai komoditi ekspor andalan. (*/lip6)
Henny, Ninoy Abon Cabai
Jalan Karet Sawah 1/94
Semanggi,
Hp: 081283373730
Sumber : ciputraentreprenuerchip.com